PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI) berhasil menerapkan prinsip “Konstruksi Ramping” (Lean Construction) dalam konstruksi Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS), tepatnya ruas Pekanbaru-Dumai (Pekdum) seksi 2A. Keberhasilan ini dibuktikan dengan terdapatnya produktivitas dan efisiensi yang lebih baik pasca diterapkannya Lean Construction, ketimbang menggunakan metode manajemen proyek sebelumnya. “Fokus penerapan kami saat itu pada salah satu pekerjaan lintasan kritis di underpass STA 28+150,” ungkap Mardiansyah, Kepala Departemen Pengendalian HKI yang juga merupakan salah satu penggagas penerapan Lean Construction di HKI. Mardiansyah menjelaskan bahwa awalnya pekerjaan underpass di STA 28+150 tersebut mengalami deviasi keterlambatan sebesar 1,46%. “Deviasi ini terjadi di pekerjaan pemancangan Spun Pile diameter 60 cm. Deviasi ini menyebabkan keterlambatan beruntun yang berimbas pada pekerjaan struktur di atasnya. Keterlambatan ini diprediksi berdampak secara kumulatif terhadap tahapan pekerjaan selanjutnya, yang pada gilirannya akan berdampak pada penyelesaian konstruksi jalan tol di atasnya,” paparnya.

Untuk bisa selesai 100%, pekerjaan di underpass ini masih memiliki 58 aktivitas, atau istilah lainnya adalah work breakdown structure (WBS), yang setara dengan 67,4% dari progress keseluruhan. Adapun waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan ke-58 aktivitas ini adalah 120 hari. “Di rencana awal, ke-58 aktivitas ini dapat diselesaikan selama 90 hari, bukan 120 hari. Dengan demikian terdapat potensi keterlambatan 30 hari dan kenaikan biaya sebesar 3,42%,” ungkap Mardiansyah. Selanjutnya, ke-58 aktivitas ini akan dikelompokkan ke dalam 3 kategori berdasarkan konsep Lean Construction, yakni kategori Value Added (VA), kategori Non-Value Added (NVA), dan kategori Essential Non-Value Added (ENVA). “VA adalah semua aktivitas yang disepakati dan terbukti dapat membawa nilai bagi suatu pekerjaan atau value (bernilai), sedangkan NVA adalah sebaliknya atau lebih dikenal dengan istilah waste (pemborosan). ENVA sendiri adalah kegiatan yang perlu dilakukan meski tidak membawa nilai, seperti  penanganan material di lapangan,” terangnya. Pengelompokkan aktivitas ke dalam 3 kategori dilakukan melalui proses The Value Stream Mapping (VSM) serta melalui wawancara dengan mereka yang terlibat langsung dalam proses kerjanya. “Proses pengelompokkan ke-58 aktivitas ini dilakukan melalui komunikasi intens dengan seluruh personil inti proyek seperti Kepala Proyek, para manajer proyek, serta para sub kontraktor, vendor dan mitra lainnya,” tambahnya.

Setelah aktivitas-aktivitas tersebut dikelompokkan, maka fokus pertama adalah mendalami aktivitas yang masuk kategori NVA (waste) untuk kemudian ditetapkan strategi eliminasinya. “Pada pekerjaan underpass ini, ditemukan 7 waste di bagian proses, 3 waste yang berhubungan dengan transportasi, 3 waste yang berupa aktivitas menunggu, dan 2 waste di bidang aktivitas inventory yang kesemuanya merupakan gambaran keadaan saat ini (current state map),” katanya. Dengan kalkulasi yang cermat, ditemukan apabila seluruh waste ini dapat dihilangkan, maka durasi keterlambatan akan berkurang sampai 50%.

Setelah waste mampu ditangani dengan baik, maka fokus selanjutnya adalah menerapkan sejumlah perangkat dan metode Lean Construction (lean tools) pada aktivitas yang masuk ke dalam kategori VA dan ENVA. “Tujuannya sederhana saja. Semua aktivitas yang masuk ke kategori VA dan ENVA tetap harus diberi treatment khusus menggunakan lean tools agar dapat lebih optimal dalam mengurangi keterlambatan serta meminimalkan kenaikkan biaya,” tuturnya lagi. Untuk proyek ini, lanjut Mardiansyah, digunakan beberapa lean tools seperti Daily Huddle Meetings, Just-in-Time, Last Planner, Working Structuring, 5S, Prefabricated, Crash Program, dan lain-lain.

Dengan menghilangkan waste pada aktivitas di kategori NVA dan menerapkan lean tools pada aktivitas di kategori VA dan ENVA-lah, konsep Lean Construction baru dikatakan benar diterapkan dan membawa efek positif pada progress pekerjaan. “Durasi sisa pekerjaan underpass jika dikerjakan dengan metode biasa tadinya perlu 120 hari dari rencana 90 hari, setelah Lean Construction ini jadi 85,5 hari saja. Tidak hanya jauh lebih cepat dari estimasi keterlambatan 120 hari, tetapi mampu lebih cepat 4,5 hari dari rencana awal yang 90 hari,” kata Mardiansyah. Dengan penyelesaian yang lebih cepat dari rencana awal, maka HKI-pun terhindar dari potensi denda keterlambatan. “Dendanya 1/1000 atas nilai kontrak. Artinya setiap terlambat 1 hari, kita didenda sebesar per seribu dari keseluruhan nilai kontrak. Alhamdulillah dengan Lean Construction, kita tidak jadi terkena denda dan pemilik pekerjaan tentu lebih puas karena pekerjaan dapat selesai lebih cepat dari jadwal,” pungkas Mardiansyah.

Atas keberhasilan tersebut, baru-baru ini HKI dianugerahi penghargaan Apresiasi Inovasi oleh Koran Sindo dan Sindonews.com dengan kategori “Best Product”.